Rabu, 18 Juni 2014

Menjelajah Gunungkidul: Gunung Api Purba Nglanggeran dan Pantai Siung


Akhir Mei lalu, saya dan rekan-rekan seperjalanan jalan-jalan untuk mengisi libur panjang dalam seminggu. 'Rekan-rekan seperjalanan' yang saya maksud adalah Riri dan teman-temannya. Demi mengisi liburan bersama (ceilah..), saya rela berangkat dari Bandung menuju Yogyakarta hari Senin. Destinasi liburan yang dituju adalah Gunungkidul. Tepatnya Nglanggeran dan Pantai Siung. 

Adalah Riri pencetus ide destinasi di atas. Alasannya sederhana: pemandangannya bagus, jadi pengen berkunjung bareng. Alright, aku rapopo. Toh saya belum pernah ke sana. Kami berangkat Selasa pagi pukul 9 dari Yogyakarta. Saya menyiapkan motor, Riri menyiapkan bekal. And here we started.

Rute menuju Gunung Api Purba Nglanggeran dan Pantai Siung tidak terlalu sulit. Kalau berangkat dari Kota Yogyakarta ke arah timur menuju Wonosari, Gunungkidul. Rutenya melalui ringroad atau lewat kota. Jalannya lebar dan aspalnya baik. Lihat peta diatas untuk keterangan visual. Saya buatkan rute di Google Map dari UGM sampai Nglanggeran. Bisa juga dengan klik untuk melihatnya secara langsung lewat Google Maps.

Rute kota Yogyakarta (UGM) - Nglanggeran.

Hanya saja pikiran kami untuk berlibur ke Gunungkidul sama dengan pikiran banyak pelancong lain. Begitu masuk ke jalan menuju Wonosari
dari ringroad jalannya padat oleh kendaraan. Maklum juga namanya hari libur. Selain itu penyebabnya adalah jumlah lampu lalu lintas yang banyak. Begitu sampai pertigaan jalannya langsung lancar lagi.

Setelah keluar dari kemacetan lalu lintas dan permukiman padat, yang menyambut kami adalah jalan berkelok dengan hamparan alam hijau yang luar biasa. Yang terdengar adalah deru kendaraan dan desir dedaunan oleh angin. Langit pun cerah dan matahari mulai menyengat. Bagi saya ini sangat menyegarkan. Jiwa petualang saya lepas landas.

Perlu diketahui bahwa Gunung Api Purba Nglanggeran adalah objek wisata yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat di Nglanggeran sana. Dukungan pemerintah terbatas pada pendanaan saja. Efeknya adalah publikasi yang masih minim. Salah satu contohnya adalah nyaris tidak ada papan penunjuk arah. Saya cuma menemukan satu papan penunjuk arah tepat di pertigaan menuju tempat tersebut. Jadi setelah menyusuri jalan Yogyakarta-Wonosari sekitar 15 km ada pertigaan ke kiri dengan penunjuk arah yang saya sebutkan. Ambil jalan ke kiri lalu ikuti jalur utamanya. Perlahan-lahan lansekap yang hijau mulai diselingi batuan cadas raksasa. Satu bongkah yang mencuat di permukaan tanah besarnya sampai melebihi bus. Bagian selatan Jawa memang terdiri atas batuan dan kapur yang memanjang membentuk bukit, lembah, serta gua. Saya melihat batuan besar itu saja sudah terkagum-kagum. Riri yang duduk di belakang seolah mengerti ekspresi saya lalu bilang, "Sebentar lagi kelihatan gunungnya. Jauh lebih bagus."

Tidak lama kemudian tampak di arah timur sebaris tebing batu yang nyaris tegak sempurna. Di sebagian lerengnya tumbuh pepohonan yang semakin memberikan kesan keren. Tampak juga barisan pengunjung yang melalui jalan tangga yang sempit. Sementara di bagian dasarnya tampak seperti kuil namun dengan arsitektur khas Jawa. Terdapat jalan tangga zigzag, beberapa gazebo dengan atap, dan dikelilingi pagar tinggi warna coklat. Saya tak bisa melihat banyak dari luar karena tinggi dan tertutup pagar.

Riri yang dari awal paling semangat bersiap menuju pintu masuk. Namun temannya memanggil kami berdiskusi. Sepertinya anak-anak pada tidak siap buat mendaki. Inginnya ke embung atau waduk Nglanggeran yang terletak tidak jauh dari sini. Akhirnya kami mengalah. Mas-mas tukang parkir menunjukkan jalan dan memberitahu kalau jaraknya cuma sekitar 500 meter. Ternyata memang betul. Cuma memutari si gunung purba saja. Sudah ketemu Embung Nglanggeran. Jalannya masih makadam. Di kiri kanan terdapat batuan yang lebih besar dari sebelumnya.

Jadi apa itu Embung Nglanggeran? Ternyata Embung Nglanggeran adalah...kolam. Tidak lebih. Ya. Begitu saja. Liatin kolam. Tidak boleh mancing, tidak boleh renang. Airnya kalau dilihat langsung berwarna kehijauan. Namun dengan sudut yang tepat, embung ini bisa berwarna biru yang indah dalam foto (Intan, teman Riri, sampai menunjukkan fotonya dari internet). Sisanya adalah hamparan alam di selatan dan gunung purba di utara.

Wejangan

Kalau difoto ya tampak biru sih karena pantulan langitnya hehe

Yang ini kocaknya juara.
Peringatannya sih nggak salah.

Hamparan alam Gunungkidul
Gunung Purba Nglanggeran dilihat dari samping

Bukan berarti tidak ada yang menarik di sini. Bagi saya ada dua hal yang membuat tidak kecewa datang kemari. Yang pertama adalah pemandangan yang saya saksikan. Riri berkata, "Sebenarnya kalau dari atas sana lebih bagus pemandangannya." Lalu saya berpendapat kalau pemandangan gunungnya bagus dilihat dari sini. Hamparan dataran dan bukit di selatan juga tampak indah. Semuanya hijau. Bayangan awan bergerak terlihat jelas dari sini. Saya menghembuskan nafas lega bisa melihat luasnya bumi Allah ini. Sementara yang kedua adalah papan peringatan dan nasihat. Sebagian lucu dan tidak lazim. Yang jelas papan tersebut menarik. Di daerah gunung purba pun sama, kata Riri.

Puas melihat embung, kami tidak buang waktu. Panas matahari juga semakin nggak nyantai. Perjalanan diteruskan ke pantai Siung. Perlu waktu lebih lama lagi. Jalannya didominasi dengan hutan jati. Ada satu hal menarik yang saya temui di sepanjang jalan menuju Wonosari yaitu: snack belalang goreng dibungkus plastik. Sayang saya nggak sempat berhenti dan memotretnya. Kalau penasaran googling saja "walang goreng Wonosari" hehehe.

Yang ini jalur Nglanggeran - Pantai Siung

Dari Wonosari kami bertolak ke selatan (pelajari lebih jauh dengan link ke Google Maps ini). Nah di jalur ke selatan ini sudah banyak pilihan objek wisata. Pilihan utamanya adalah pantai atau gua. Penunjuk arah lebih banyak daripada saat menuju ke Nglanggeran. Sebenarnya jalan menuju gua dan pantai itu sama. Jadi kalau lihat penunjuk arah bakal kelihatan kalau belok kiri pantai ini, belok kanan pantai yang itu. Tinggal pilih saja. Dengan mengikuti penunjuk arah saja dijamin nggak nyasar. Alasan kami ke Pantai Siung karena jaraknya paling jauh. Loh kok begitu? Karena orang biasanya males yang jauh-jauh, jadi pasti nggak rame hehehe. Selain itu pemandangannya sangat bagus dibanding beberapa pantai lain.

Sekitar pukul 2 siang kami sampai di Pantai Siung. Bau laut, deburan ombak, pasir putih yang lembut. Pantai Siung tidak terlalu besar. Hamparan pasir putihnya kira-kira cuma 500 meter. Ujung-ujung pantai adalah tebing terjal yang senantiasa memecah ombak. Semuanya menyajikan pemandangan yang menyenangkan. Aku sampai lupa kapan terakhir ke pantai berpasir seperti ini. Sebelum ke pantai kami sholat dan makan sedikit jajan yang kami bawa. Baru setelah itu ke pantai.

Seperti biasa, teman-teman Riri tipenya memang santai. Mereka cuma jalan-jalan di sekitar pantai ketika kami mau naik ke bukit curam di ujung pantai. Aku dan Riri naik sendiri. Dilihat dari jauh bukit ini aman-aman saja. Ternyata ketika didaki curam sekali. Kemiringannya diatas 45 derajat. Untungnya tidak terlalu tinggi. Di atas kami melihat pemandangan yang sangat menarik. Dibalik tebing batu terdapat rentetan tebing yang membatasi Pulau Jawa dan Samudra Hindia. Ombak menghempas bagian bawahnya tanpa henti. Horizon nampak tanpa halangan. Kami menghabiskan waktu sebentar dan mengambil beberapa foto. Setelah itu kami turun. Ternyata turun tebing lebih berbahaya daripada waktu naik. Untungnya kami berhasil mendarat dengan selamat.

Di sisi lain pantai juga terdapat tebing. Di sana terdapat banyak celah dan nampak menarik untuk dijelajahi. Namun karena air mulai pasang, kami pun mengurungkan niat. Ada beberapa hal yang menarik bagi saya. Pertama, ada karang yang berwarna ungu! Kami sempat menyusuri celah di sekitar daerah itu. Rasanya bagai menjelajah dimensi lain. Kemudian ada lubang karang yang tampak dalam. Kita berandai-andai saja kalau itu mungkin gua bawah air atau semacamnya. Dari jauh karang di Pantai Siung tampak majestic, jika didekati menimbulkan lebih banyak misteri. Tempat ini menarik.

Kami juga menyusuri pantai, mencari kerang untuk kenang-kenangan, melihat ekosistem di antara karang, dan menjelajah celah pantai. Sesekali ombak menyapu kami sampai ke lutut. Puas sekali rasanya.

Karang berwarna ungu.
Ini cuma perasaan saya atau batu karang ini memang seperti otak?

Pantai Siung yang berpasir dan berkarang

Karang menghadang ombak, dilihat dari atas

Pemandangan dari bukit karang

Salah satu celah karang diisi sejenis bintang laut

Air pasang mulai datang

Gua bawah air?

Selesai bermain di pantai kami memutuskan untuk makan ikan laut. Rasanya sih lumayan. Sayang harganya mahal karena stok ikan sedang tidak banyak. Selesai makan kira-kira pukul 5 sore. Kami bersiap untuk kembali. Perjalanan langsung ke Yogyakarta membutuhkan waktu hampir 3 jam. Kami melewati rute menuruni Bukit Bintang, daerah tinggi yang dipenuhi kafe dan tongkrongan untuk melihat kota Yogyakarta yang bercahaya di malam hari. Mirip seperti Punclut (Bandung) atau Batu (Kota Batu dan Malang). Rasanya memang melelahkan. Yang penting semuanya senang hehehe.

Incoming search terms:
wisata jogja
wisata yogyakarta
wisata yogyakarta murah
wisata yogyakarta gunungkidul
rute wisata jogja
wisata pantai jogja
wisata gunung api nglanggeran
wisata pantai siung gunungkidul
traveling jogja
traveling gunungkidul jogja
traveling di jogja
rute traveling jogja
jalur traveling yogyakarta
rute traveling gratis
traveling gratis yogyakarta
panduan travel yogyakarta
panduan travel gunungkidul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar